Kawasan Tugu Muda, ikon bersejarah Kota Semarang, Senin malam, 14 Oktober 2024 dipenuhi oleh ribuan warga yang tumpah ruah dalam suasana penuh khidmat dan antusiasme. Peringatan teatrikal Pertempuran 5 Hari di Semarang menjadi pusat perhatian, menghadirkan drama kolosal yang menggambarkan perlawanan heroik warga Semarang melawan pendudukan Jepang pada bulan Oktober 1945. Acara yang sarat nilai sejarah ini mampu menarik perhatian banyak kalangan, mulai dari anak-anak hingga lansia, yang datang untuk mengenang kembali momen penting dalam perjalanan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.
Peringatan dibuka dengan sebuah upacara di pelataran Tugu Muda, Kelurahan Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan. Ribuan orang hadir mengikuti jalannya prosesi, yang dimulai dengan bunyi sirine panjang, menggema di tengah malam, membangkitkan suasana mencekam yang menyelimuti kota pada masa pertempuran tersebut. Suara tembakan yang mengiringi detik-detik peringatan semakin mempertegas ketegangan, seolah membawa penonton kembali ke masa lalu. Lampu-lampu di sekitar Tugu Muda sengaja dipadamkan, membuat obor-obor yang dinyalakan oleh para peserta upacara tampak lebih menyala, menghadirkan bayang-bayang yang dramatis di sekitar monumen perjuangan ini.
Setelah sirine dimatikan dan doa bersama dilantunkan untuk mengenang para pahlawan yang gugur, drama teatrikal yang telah dinantikan dimulai. Sekelompok pemeran yang telah bersolek menyerupai masyarakat dan tentara pada masa pendudukan Jepang muncul dari berbagai sisi. Mereka berbaris dan membentuk formasi, seolah merepresentasikan warga Semarang yang saat itu tengah berada di bawah cengkeraman penjajah. Adegan demi adegan mulai dipentaskan, dengan latar belakang bunyi suara tembakan, musik tradisional, serta narasi yang memperkuat suasana perjuangan.
Drama teatrikal ini memulai kisahnya dari masa-masa bahagia rakyat Indonesia setelah mendengar berita proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Rakyat Semarang digambarkan bersuka cita, merayakan kebebasan setelah bertahun-tahun dijajah. Namun, kebahagiaan itu hanya berlangsung singkat. Ketegangan mulai muncul ketika tersiar kabar bahwa sekelompok tahanan Jepang berhasil melarikan diri dari Penjara Bulu, Semarang. Ketakutan dan kecemasan mulai menyelimuti warga, terutama setelah diketahui bahwa pasukan Jepang yang melarikan diri mulai melakukan tindakan kejam di beberapa titik strategis kota.
Suasana semakin mencekam saat berita beredar bahwa reservoir air minum di daerah Candi telah diracuni oleh tentara Jepang, mengancam nyawa ribuan warga. Tidak hanya itu, perkampungan di wilayah Kampung Batik dan Sobokarti juga menjadi target serangan Jepang, dengan kedua area tersebut dilaporkan dibakar habis oleh pasukan pendudukan. Api yang berkobar di panggung seolah meniru kejadian tragis masa lampau, membuat penonton tenggelam dalam suasana tegang yang semakin meningkat.
Puncak dari drama ini terjadi saat tokoh pahlawan dr. Kariadi muncul. Dikenal sebagai dokter yang berdedikasi tinggi untuk keselamatan rakyat, dr. Kariadi berusaha memeriksa reservoir air di Candi guna memastikan keamanan air minum yang dikhawatirkan telah diracuni. Namun, upaya mulianya berujung tragis. Ia dibunuh secara brutal oleh tentara Jepang di tengah perjalanannya menuju Candi. Adegan tersebut menggugah emosi penonton, dengan banyak yang tersentuh oleh pengorbanan sang dokter yang kemudian menjadi simbol perjuangan rakyat Semarang.
Pembunuhan dr. Kariadi menjadi pemicu utama meletusnya pertempuran dahsyat yang berlangsung selama lima hari penuh, dari tanggal 15 hingga 19 Oktober 1945. Dalam adegan pertempuran yang ditampilkan dengan penuh energi, pemeran yang menggambarkan warga Semarang bertempur habis-habisan melawan pasukan Jepang. Di tengah hiruk-pikuk suara tembakan dan ledakan, penonton dapat merasakan intensitas dan ketegangan yang dirasakan oleh para pejuang pada masa itu. Walaupun pasukan Jepang terus berusaha mempertahankan kendali dan bahkan menolak perundingan gencatan senjata yang sempat digagas di daerah Candi Baru, semangat juang masyarakat Semarang tak pernah surut.
Hari demi hari, pertempuran berlangsung dengan korban yang terus berjatuhan, baik dari pihak warga maupun tentara Jepang. Namun, semangat perjuangan rakyat Semarang terus berkobar. Mereka tidak gentar meski harus menghadapi pasukan musuh yang lebih terlatih dan bersenjata lengkap. Pada akhirnya, rakyat Semarang berhasil memukul mundur pasukan Jepang, menandai kemenangan besar dalam Pertempuran 5 Hari di Semarang yang menjadi salah satu pertempuran heroik di Indonesia setelah kemerdekaan diproklamirkan.
Acara teatrikal tersebut ditutup dengan penampilan spektakuler kembang api yang menghiasi langit di atas Tugu Muda. Ledakan warna-warni di langit menciptakan suasana yang penuh dengan rasa bangga dan kebahagiaan. Euforia penonton yang menyaksikan kemenangan bangsa dalam pertempuran melawan Jepang menjadi puncak dari peringatan ini. Riuh tepuk tangan dan sorak sorai menggema, menggambarkan kegembiraan masyarakat yang turut merayakan semangat juang para pahlawan.
Teatrikal Pertempuran 5 Hari di Semarang ini tidak hanya menjadi tontonan yang menghibur, tetapi juga sarat dengan pesan-pesan sejarah dan patriotisme. Bagi masyarakat Semarang, terutama generasi muda, acara ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga ingatan kolektif tentang perjuangan bangsa demi meraih kemerdekaan. Selain sebagai bentuk penghormatan terhadap para pahlawan, acara ini juga menjadi medium untuk menyemai semangat juang dan cinta tanah air kepada generasi penerus.