Kota Semarang memiliki banyak tradisi budaya yang sangat menarik untuk dikunjungi, salah satunya adalah Dugderan dan Sesaji Rewanda. Dugderan adalah tradisi yang berasal dari akulturasi tiga etnis yaitu Arab, Tionghoa, dan tentu saja Jawa. Tradisi ini merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan sebagai bentuk persiapan menyambut bulan Ramadhan yang mulia bagi umat islam. Istilah dugderan sendiri berasal dari kata "dug" yang berasalah dari pukulan bedug yang dibunyikan saat hendak shalat Maghrib. Sedangkan Sesaji Rewanda adalah tradisi yang dilakukan di malam ke-21 bulan Ramadhan dimana masyarakat Kota Semarang memasak makanan dan menyiapkan sesaji untuk orang-orang yang telah meninggal dunia.
Lebih detailnya, dalam tradisi dugderan terdapat tiga agenda utama, yaitu pasar malam dugderan, prosesi ritual pengumuman awal puasa, dan juga terdapat kirab budaya Warak Ngendok. Warak ngendok sendiri adalah hewan mitologi yang menjadi ikon dari tradisi dugderan. Di lain sisi, Sesaji Rewanda memiliki acara inti yaitu menyajikan makanan yang telah dimasak sebagai sesaji untuk orang yang telah meninggal dunia. Makanan yang disajikan umumnya berupa nasi, lauk-pauk, serta kue khas Semarang.
Sesaji Rewanda ini dapat dinikmati di wilayah Kelurahan Kandri, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang yang digelar oleh warga setempat. Tempat ini juga merupakan tempat napak tilas Sunan Kalijaga saat mencari kayu jati pilihan di sekitar Goa Kreo yang dihuni banyak monyet ekor panjang. Sesuai dengan namanya, rewanda berarti monyet, dimana sesaji ini memang ditujukan bagi monyet-monyet yang selama ini menghuni kawasan Goa Kreo.
Tradisi Dugderan dan Sesaji Rewanda merupakan bagian dari kekayaan budaya Kota Semarang yang patut dipromosikan. Selain dapat menjadi daya tarik wisata, tradisi ini juga dapat memperkaya pengetahuan masyarakat tentang budaya dan sejarah Kota Semarang. Jadi, jangan lewatkan kesempatan untuk mengunjungi Kota Semarang dan merasakan keindahan tradisi budayanya!